POJOKNEGERI.COM - Kinerja Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penambangan Ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dinilai lemah dan simbolik oleh Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Kritik ini mencuat usai terbongkarnya tambang ilegal yang telah beroperasi selama hampir satu dekade dan menyebabkan kerugian negara Rp5,7 triliun.
PWYP Indonesia menilai bahwa pengungkapan praktik tambang ilegal di kawasan Tahura Bukit Soeharto dan IKN oleh Bareskrim Polri menjadi bukti konkret lemahnya peran Satgas Penanganan Tambang Ilegal yang dibentuk oleh Otorita IKN sejak 5 September 2023 lalu.
“Kami mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Satgas, termasuk koordinasi lintas lembaga dan kejelasan hasil konkret. Jangan sampai Satgas hanya jadi simbol tanpa dampak nyata di lapangan, sementara kerusakan lingkungan terus terjadi,” kata Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kaltim, bagian dari koalisi PWYP Indonesia.
Tambang ilegal yang beroperasi sejak 2016 itu disebut telah merugikan negara senilai Rp5,7 triliun, termasuk deplesi batubara sebesar Rp3,5 triliun dan kerusakan hutan yang ditaksir mencapai Rp2,2 triliun. Operasi para pelaku mencakup pemalsuan dokumen dari perusahaan berizin, pengangkutan ilegal melalui pelabuhan, serta penyamaran hasil tambang agar terlihat legal.
Peneliti PWYP Indonesia, Adzkia Farirahman alias Azril, menambahkan bahwa aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya berdampak pada kerugian negara, tetapi juga mempercepat kerusakan lingkungan yang masif di wilayah konservasi dan sekitar proyek strategis nasional.
“Aktivitas tambang ilegal di kawasan konservasi seperti Tahura Bukit Soeharto tidak hanya berdampak pada kerugian negara, tetapi juga mempercepat kerusakan lingkungan, meningkatkan emisi karbon, dan menghambat target transisi energi nasional,” ujarnya.
PWYP Indonesia juga menyoroti lemahnya kontrol terhadap dokumen Izin Usaha Produksi (IUP) yang disalahgunakan untuk menyamarkan hasil tambang ilegal. Mereka menilai pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyebut pengawasan hanya berlaku bagi tambang legal justru menunjukkan kegagalan mitigasi oleh pemerintah pusat.
“Dokumen resmi dari perusahaan pemegang IUP digunakan untuk menyamarkan batubara ilegal. Ini mengindikasikan keterlibatan lebih dari sekadar pelaku lapangan,” tegas Buyung.
PWYP Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan tambang di sekitar IKN, memperkuat sistem pemantauan digital, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan tambang. Tanpa reformasi, kejahatan lingkungan ini akan terus menggerogoti masa depan kawasan IKN.
(Redaksi)