POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Kota Samarinda kini berada di persimpangan fiskal.
Pemerintah pusat berencana memangkas Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada 2026, yang membuat banyak daerah mulai menata ulang arah keuangannya.
Di antara yang paling terdampak, Samarinda bersiap menghadapi konsekuensi dari kebijakan efisiensi nasional tersebut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Samarinda, Ananta Fathurrozi, mengatakan bahwa pemerintah kota telah melakukan berbagai langkah antisipasi sejak awal.
Namun, ia tak menampik bahwa penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) akan cukup signifikan.
“DBH yang biasanya mencapai Rp1,6 triliun per tahun, pada 2026 kemungkinan hanya akan berkisar Rp800 miliar,” ujarnya.
Kondisi itu tentu akan berimbas pada sejumlah program pembangunan di Samarinda, terlebih dengan adanya pemangkasan serupa pada bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Kaltim.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa fokus pembangunan tidak akan hilang.
“Meskipun anggaran infrastruktur yang bersifat mandatory hanya sekitar 40 persen, tetap akan ada kegiatan yang harus dikurangi demi menjaga keberlangsungan belanja wajib daerah,” jelasnya.
Menurutnya, 10 program unggulan Wali Kota Andi Harun tetap menjadi prioritas dalam periode kedua kepemimpinan.
“Yang pasti disesuaikan dengan kemampuan keuangan atau celah fiskal dari hasil efisiensi. Namun diupayakan tidak mengganggu belanja gaji dan tunjangan,” tegasnya.
Di tengah pengetatan fiskal, koordinasi lintas kementerian juga terus dilakukan.
Ananta menjelaskan bahwa Wali Kota bersama jajaran telah mengajukan sejumlah program prioritas ke kementerian terkait.
“Kami sudah diterima langsung di Kementerian PU untuk usulan infrastruktur, juga di Kemenkeu untuk memperjuangkan TKD dan menindaklanjuti surat keberatan pemotongan TKD yang ditandatangani Wali Kota,” paparnya.
Ia menambahkan, regulasi teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pemotongan TKD sejauh ini belum diterbitkan.
“Sepengetahuan saya PMK baru tentang pemotongan TKD belum dikeluarkan Kemenkeu, kami masih menunggu juga,” katanya.
Namun, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah menerima rancangan kebijakan tersebut untuk dipelajari lebih lanjut.
“Sudah kami terima, tapi masih bersifat rancangan, belum tetap,” imbuhnya.
Dengan proyeksi APBD 2026 masih pada angka Rp5,3 triliun, Ananta memperkirakan kemungkinan turun menjadi Rp3,5 triliun.
“Kalau pemangkasan benar terjadi, dampaknya besar. Tapi prinsip kami jelas: tetap jalan, tapi realistis,” pungkasnya. (*)