IMG-LOGO
Home Daerah Pemkot Samarinda Perkuat Perlindungan Anak dari Ancaman Radikalisme dan Terorisme
daerah | samarinda

Pemkot Samarinda Perkuat Perlindungan Anak dari Ancaman Radikalisme dan Terorisme

Mikhail - 16 Juni 2025 14:56 WITA
IMG
Wali Kota Samarinda, Andi Harun. (ist)

POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Pemerintah Kota Samarinda menegaskan komitmennya untuk melindungi anak-anak dari ancaman radikalisme dan jaringan terorisme, seiring dengan penguatan program Kota Layak Anak (KLA).

Dalam pernyataannya, Wali Kota Samarinda Andi Harun menyebut bahwa perhatian khusus diarahkan pada perlindungan anak-anak yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung dari aktivitas ekstremisme.

“Anak-anak bukan pewaris ideologi keliru. Mereka punya hak yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan mencintai tanah air tanpa bayang-bayang trauma atau stigma,” tegasnya saat menghadiri Verifikasi Lapangan Hybrid KLA, Senin (16/6/2025).

Andi Harun mengapresiasi adanya regulasi nasional seperti Permen PPPA Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme.

Namun, menurutnya, implementasi di tingkat daerah masih perlu diperkuat dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan berempati.

“Kita tidak hanya bicara soal hukum, tetapi juga bagaimana membentengi jiwa dan pemikiran anak-anak dari ideologi sesat, terutama anak-anak dari pelaku atau mantan pelaku terorisme. Mereka sering kali tidak bersalah, tapi terlahir dalam lingkungan yang penuh doktrin menyimpang,” ujarnya.

Wali Kota menyoroti bahwa stigma sosial terhadap anak-anak dari keluarga pelaku terorisme dapat menimbulkan luka batin yang mendalam dan justru menghambat proses reintegrasi mereka ke masyarakat.

Karena itu, Pemkot Samarinda menekankan pentingnya pendekatan netralisasi ideologi, pelatihan kebangsaan, serta*pendampingan psikologis sebagai langkah preventif sekaligus rehabilitatif.

“Melihat Indonesia dari kacamata Pancasila dan UUD 1945 harus dibangun ulang dalam diri anak-anak ini. Itu tugas kita bersama, termasuk seluruh OPD dan stakeholder,” ujarnya.

Menurutnya, perlindungan anak dari paham ekstrem harus menjadi prioritas lintas sektor, dan tidak cukup hanya melalui regulasi. Diperlukan kolaborasi yang konkret antara pemerintah daerah, sekolah, keluarga, komunitas, hingga lembaga keagamaan.

“Kita harus menciptakan ekosistem perlindungan yang utuh," pungkasnya. (*)