POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Di tengah upaya nasional memutus mata rantai kemiskinan ekstrem, Pemerintah Kota Samarinda menempuh pendekatan yang berbeda.
Tak hanya membangun sekolah, namun juga membangun kepercayaan, dengan memastikan bahwa Program Sekolah Rakyat benar-benar menyasar mereka yang paling membutuhkan.
“Ini bukan sekadar soal angka kemiskinan di atas kertas. Kami ingin memastikan bahwa setiap anak yang masuk Sekolah Rakyat memang berasal dari keluarga yang berjuang setiap hari,” tegas Wali Kota Samarinda, Andi Harun.
Tidak ingin terjebak pada data makro semata, Pemkot Samarinda memilih jalan yang lebih melelahkan: melakukan verifikasi langsung ke lapangan.
Survei door to door telah dilakukan selama satu tahun penuh, melibatkan mahasiswa dan masyarakat sipil untuk memeriksa dan mencocokkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kami tidak ingin bantuan pendidikan justru dinikmati oleh mereka yang sebenarnya mampu. Karena itu, semua proses seleksi dilakukan secara berlapis,” ungkapnya.
Program Sekolah Rakyat akan memulai angkatan perdana dengan 100 siswa dari keluarga miskin ekstrem.
Yang membedakan program ini adalah perhatiannya terhadap pemerataan.
Setiap kecamatan di Samarinda diwajibkan memiliki perwakilan siswa, demi memastikan keadilan akses.
“Saya beri arahan tegas: ini sekolah untuk orang miskin. Jangan sampai hanya kecamatan tertentu yang terwakili. Kalau pun ada kekurangan di gelombang pertama, kami siap evaluasi,” ujarnya.
Di balik proses seleksi yang ketat, pembangunan fisik sekolah juga terus dikebut.
Lokasi sekolah telah disetujui di kawasan Stadion Palaran, dengan cadangan lahan seluas 6,77 hektare, yang kini menunggu hasil pengukuran ulang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kami tidak ingin proyek ini asal jalan. Setiap minggu, saya minta laporan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk memastikan tata kelola sejak awal sesuai standar pusat,” jelasnya.
Wali Kota Andi Harun juga menyinggung soal ketidaktepatan sasaran yang pernah terjadi dalam program bantuan sosial sebelumnya.
Pengalaman itu menjadi pelajaran penting dalam penyempurnaan verifikasi data.
“Bantuan yang salah sasaran bukan hanya merugikan negara, tapi juga melukai rasa keadilan masyarakat.
Sekolah Rakyat adalah harapan, dan harapan itu harus diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak,” pungkasnya. (*)