IMG-LOGO
Home Daerah Mulai Tahun Ajaran 2025/2026, Nilai Rapor Tidak Lagi Jadi Syarat Masuk Sekolah di Samarinda
daerah | samarinda

Mulai Tahun Ajaran 2025/2026, Nilai Rapor Tidak Lagi Jadi Syarat Masuk Sekolah di Samarinda

Mikhail - 20 Mei 2025 18:31 WITA
IMG
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda, Asli Nuryadin. (POJOKNEGERI.COM/HARPIAH M)

POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Dinas Pendidikan Kota Samarinda resmi menghapus penggunaan nilai rapor sebagai syarat utama dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk tahun ajaran 2025/2026.

Kebijakan ini menandai perubahan signifikan dalam sistem pendidikan lokal yang kini lebih menekankan inklusivitas dan pemerataan akses pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan Samarinda, Asli Nuryadin, menegaskan bahwa sistem seleksi tahun ini akan berfokus pada tiga jalur utama: zonasi, afirmasi, dan prestasi.

Nilai rapor tidak lagi menjadi penentu utama.

“Di SPMB tidak ada syarat nilai rapor. Kita ingin pendidikan itu tidak eksklusif, tapi inklusif,” tegas Asli saat ditemui pada Selasa (20 Mei 2025).

Namun, pendekatan berbeda diterapkan di sekolah-sekolah terpadu seperti di kawasan Loa Bakung.

Sekolah-sekolah ini menerapkan sistem bilingual dan tetap melakukan seleksi melalui tes akademik.

Kendati demikian, Asli memastikan model ini tetap sejalan dengan regulasi pusat karena tidak sepenuhnya mengadopsi format Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK).

“Yang kita lakukan itu hybrid. Kami tetap pakai kurikulum nasional, tapi ada penguatan di Bahasa Inggris, Sains, dan Matematika,” jelasnya.

Ia juga membantah anggapan bahwa pendekatan ini menciptakan kesenjangan.

Justru, menurutnya, sistem ini membuka ruang lebih luas bagi siswa dari berbagai latar belakang. Pemerintah Kota Samarinda bahkan turut membiayai penuh kurikulum tambahan di sekolah bilingual agar tidak membebani orang tua.

Sebagai solusi atas keterbatasan daya tampung di sekolah favorit seperti SMP 16, Pemkot Samarinda membangun SMP 50.

Sekolah baru ini diproyeksikan menampung lonjakan pendaftar di kawasan tersebut.

“SMP 50 bisa menerima lebih dari sembilan lokal. Jadi tidak ada anak yang tertinggal,” ujar Asli.

Ia juga mengungkapkan polemik soal keberadaan sekolah unggulan.

Menurutnya, klasifikasi seperti Sekolah Rakyat (SR), maupun sekolah favorit tidak bersifat diskriminatif melainkan justru responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

“SR untuk warga tidak mampu, sekolah favorit seperti SMP 10 untuk anak-anak berprestasi. Jadi ini tentang segmen, bukan diskriminasi,” ujarnya.

Kawasan Loa Bakung kini diposisikan sebagai poros pendidikan terpadu berstandar Asia dengan keberadaan SD 028, SMP 16, dan rencana pembangunan SMA Prestasi.

Asli menegaskan, status internasional di kawasan ini bukan berarti meninggalkan kurikulum nasional.

“Label internasional bukan berarti meninggalkan kurikulum nasional. Kita hanya menambahkan inovasi agar anak-anak kita punya daya saing global,” pungkasnya. (*)