IMG-LOGO
Home Daerah Kasus Dugaan Kredit Fiktif Bank Plat Merah Masih Didalami Kejati Kaltim
daerah | kaltim

Kasus Dugaan Kredit Fiktif Bank Plat Merah Masih Didalami Kejati Kaltim

Hasa - 18 Juni 2025 19:45 WITA
IMG
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim)

POJOKNEGERI.COM – Kasus dugaan korupsi di salah satu bank berplat merah yang berpotensi merugikan negara mencapai Rp 200 miliar masih terus didalami Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim).


Kasus kasus kredit fiktif  ini mulai berhembus ke publik sejak awal April 2025 lalu.


Dugaan korupsi ini  bahkan telah dilaporkan secara resmi oleh Eksponen Mahasiswa Anti Korupsi (EMAK) ke Kejati Kaltim pada 9 April 2025 lalu. 


Dengan informasi dugaan Kredit fiktif terjadi di dua kantor cabang bank plat merah Kalimantan Timur-Kalimantan Utara yang terletak di daerah Bulungan dan Malinau. 


“Terkait laporan itu berproses,” Kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltim, Toni Yuswanto saat dikonfirmasi, Rabu (18/6/2025).


Lanjut Toni, proses tindak lanjut penanganan perkara di bawah kewenangan Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Kaltim.


“Berproses di Pidsus. Ada banyak laporan yang kita terima (dugaan kredit fiktif bank plat merah). Ada dua laporan juga dari LSM,” beber Toni.


Meski memastikan semua laporan tengah diproses, namun Toni mengaku belum mengetahui rinci terkait perkembangan penyelidikan maupun penyidikan yang sedang ditangani Tim Pidsus Kejati Kaltim.


“Cuman untuk perkembangannya detailnya seperti apa, sudah sampai mana, nanti kita informasikan kembali,” tandasnya.


Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan kredit fiktif ini juga telah disorot oleh lembaga pengawasan perbankan resmi alias Pemeriksa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur. Kepada awak media, perwakilan OJK Kaltim sempat menyampaikan, kalau pihaknya telah melakukan pemeriksaan dan ditemukan sejumlah permasalahan keuangan perbankan.


Tak hanya OJK, persoalan sama juga mendapat sorotan dari Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle. Pada keterangan yang lalu, Sabaruddin mengaku kalau persoalan keuangan kredit fiktif telah dibahas dalam agenda rapat dengar pendapat (RDP) bersama pihak terkait pada 25 Maret 2025 di Kota Balikpapan.


Meski mengakui adanya problem tersebut, namun dengan tegas Sabaruddin tak ingin gegabah menilai dugaan kerugian negara yang diinformasikan mencapai lebih dari 200 miliar tersebut. Meski Sabaruddin menyebut ada problem di tubuh perbankan berplat merah itu, namun untuk memastikan kerugian negara tetap harus melalui pertimbangan lembaga teknis seperti OJK.


“Kita bekerja sesuai ranah kerja kita di pengawasan, Kalau kita tidak ada yang ditutup–tutupi, kita semua terbuka, tidak ada yang begitu. Karena itu uang kita (masyarakat), semua tidak ada yang kita tutup–tutupi,” tandasnya.


Untuk diketahui, kasus serupa juga terjadi di Bank berplat Merah yang ada di Jakarta. Tepat pada 20 Februari 2025 lalu, Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus Kredit fiktif dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 569,4 miliar. Tiga tersangka yang diamankan pada Februari 2025 itu adalah Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, Benny; pemilik PT Indi Daya Group, Bun Sentoso; serta Direktur PT Indi Daya Rekapratama dan Indi Daya Group, Agus Dianto Mulia.


Kronologi kasus bermula saat tim penyidik Kejati Jakarta mulai memeriksa Benny terkait dengan dugaan manipulasi pemberian kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta. Benny diduga telah memfasilitasi pencairan Kredit fiktif kepada PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama. Kredit tersebut diberikan dengan menggunakan agunan atau jaminan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seolah-olah ada kerja sama dengan BUMN padahal tidak ada.


Selain itu, pencairan dana dilakukan atas nama perusahaan nominee, yaitu perusahaan yang digunakan sebagai kedok untuk mendapatkan kredit dengan dokumen yang telah direkayasa. Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini terbilang sistematis.


Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai debitur sebenarnya tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial yang memadai untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar. Namun, dengan bantuan Benny sebagai Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, proses pencairan kredit tetap dilakukan. Selain itu, peran Fitri Kristiani juga sangat krusial, karena ia bertindak sebagai penghubung yang mengurus berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam skema penipuan ini.


Tersangka Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia diduga berkolusi dengan Benny untuk mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor. Total kredit yang telah dicairkan mencapai Rp 569,4 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek yang didanai melalui kredit modal kerja, tetapi pada kenyataannya, proyek-proyek tersebut tidak pernah ada. Penyidik Kejati Jakarta menduga bahwa seluruh dana tersebut berasal dari Kredit fiktif yang tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku.


Setelah penetapan tersangka, Kejati Jakarta langsung melakukan penahanan terhadap ketiganya. Benny ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sementara Bun Sentoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Agus Dianto Mulia di Rutan Cipinang. Sementara itu, Fitri Kristiani baru ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Maret 2025 dan akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk mendalami perannya dalam kasus ini.


Selain penahanan, penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah Bun Sentoso dan kantor PT Indi Daya Group. 


"Saat ini penggeledahan masih berlangsung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi.


Ia menambahkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan berbagai dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan praktik manipulasi Kredit fiktif yang dilakukan oleh para tersangka.


(tim redaksi)


Berita terkait