POJOKNEGERI.COM - Warga Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, bersama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, mendesak Perumda Tirta Mahakam untuk mengungkap hasil uji laboratorium air yang tercemar akibat insiden ledakan dan semburan proyek migas milik Pertamina.
Permintaan informasi tersebut telah diajukan secara resmi pada 9 Juli 2025 kepada PDAM Tirta Mahakam Cabang Sanga-Sanga.
Permohonan ini merupakan tindak lanjut dari kejadian pencemaran air yang terjadi pasca-ledakan tambang migas Pertamina pada 19 Juni 2025. Surat pemberitahuan dari PDAM yang diterbitkan pada 1 Juli 2025 menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran sumber air di Intake Perumda Tirta Mahakam Cabang Sanga-Sanga, berdasarkan surat edaran tertanggal 21 Juni 2025, atau dua hari setelah insiden. PDAM juga mengklaim bahwa uji laboratorium telah dilakukan pada 27 Juni 2025 dan menyatakan kualitas air telah kembali normal.
Namun, masyarakat mengaku tidak pernah diberi informasi terkait rencana aktivitas migas Pertamina di wilayah tersebut. Mereka baru mengetahui keberadaan proyek migas itu setelah terjadinya ledakan dan semburan. Kejadian serupa diketahui pernah terjadi pada tahun 1988 dan bahkan menimbulkan korban jiwa.
“Fakta bahwa masyarakat tidak pernah diberitahu dan baru mengetahui adanya aktivitas migas setelah kejadian ledakan, menunjukkan lemahnya transparansi dan minimnya mekanisme penanganan darurat yang diketahui publik,” ungkap Mareta Sari, Dinamisator JATAM Kaltim.
Menurut Mareta, pencemaran air yang terjadi bukan hanya berbahaya, tetapi juga menambah beban hidup masyarakat.
“Setidaknya selama 13 hari pasca-ledakan, warga terpaksa menggunakan air yang sudah tercemar. Air yang bau minyak, berwarna gelap dan berlumpur tetap disalurkan oleh PDAM hanya karena ada pelaksanaan MTQ di sana. Ini jelas mengabaikan hak atas air bersih bagi 3.600 pelanggan di Sanga-Sanga,” tegasnya.
JATAM Kaltim bersama warga berharap permintaan informasi ini dapat membuka fakta mengenai kandungan zat pencemar dalam air yang disuplai kepada masyarakat, serta menjadi langkah awal untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait, khususnya Pertamina dan pemerintah daerah.
“Air adalah sumber kehidupan. Masyarakat berhak tahu apa yang mereka konsumsi. Kami menuntut agar hasil uji laboratorium tersebut dibuka secara transparan kepada publik,” tutup Mareta Sari.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PDAM Tirta Mahakam maupun Pertamina belum memberikan pernyataan resmi terkait permintaan keterbukaan informasi tersebut.
(tim redaksi)