POJOKNEGERI.COM - Protes terhadap belum diberlakukannya Surat Keputusan (SK) Gubernur mengenai tarif angkutan sewa khusus (ASK) oleh sejumlah aplikator transportasi daring kembali menggema di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ribuan pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online yang tergabung dalam Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin (11/8/2025).
Aksi damai ini diwarnai dengan pembakaran ban bekas, yang menyebabkan kawasan pusat pemerintahan tertutup asap hitam pekat.
Massa aksi berasal dari berbagai daerah di Kaltim, seperti Samarinda, Balikpapan, dan Tenggarong, serta mewakili sejumlah komunitas mitra pengemudi dari berbagai platform aplikasi transportasi.
Dalam pernyataannya, AMKB menyampaikan empat tuntutan utama kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur:
Penegakan SK Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.673/2023 tentang Penetapan Tarif ASK kepada seluruh aplikator transportasi daring yang beroperasi di wilayah Kaltim;
Penghapusan program tarif murah seperti slot, akses hemat, dan double order yang dinilai merugikan pendapatan mitra driver;
Pemberian sanksi tegas berupa penutupan operasional terhadap aplikator yang tidak mematuhi ketentuan tarif sesuai SK;
Pembentukan forum resmi yang melibatkan pemerintah daerah, aplikator, dan mitra driver untuk merumuskan solusi bersama terkait permasalahan tarif.
SK Gubernur tersebut menetapkan tarif batas bawah sebesar Rp5.000/km, batas atas Rp7.600/km, serta tarif minimum Rp18.800 untuk jarak awal 4 kilometer. Aturan ini seharusnya mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2025, sebagaimana tertuang dalam surat edaran Dinas Perhubungan Kaltim.
Namun, hingga saat ini, disebutkan bahwa hanya Gojek yang telah mengikuti ketentuan tersebut, sementara Grab dan Maxim dinilai belum melaksanakannya. Koordinator Roda Dua AMKB, Ivan Jaya, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap belum adanya penegakan regulasi yang berlaku.
“Jika tidak ada tindakan tegas, kami mendesak agar operasional aplikator yang melanggar dihentikan. Teman-teman dari Balikpapan dan Tenggarong hadir untuk menuntut kepastian bahwa pemerintah serius menegakkan aturan,” ujarnya.
Ivan juga menyoroti dampak program tarif murah yang diberlakukan oleh sejumlah aplikator.
“Fitur seperti slot, akses hemat, dan double order telah menurunkan pendapatan mitra secara signifikan. Kami sudah lama meminta agar program-program tersebut dihapus,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Roda Empat AMKB, Yohanes Bergkmans, menilai tarif minimum yang ditetapkan Grab untuk layanan roda empat—yakni Rp12.400—tidak sejalan dengan SK Gubernur dan sangat merugikan mitra pengemudi.
“Jika SK Gubernur tidak dijalankan, kami mempertanyakan komitmen Pemprov. Ini adalah produk hukum daerah, dan harus ditegakkan. Kami tidak akan meninggalkan lokasi aksi sebelum ada keputusan konkret,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, massa aksi masih menunggu respons resmi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun pihak aplikator terkait tindak lanjut terhadap tuntutan yang disampaikan.
(tim redaksi)