POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Pemerintah Kota Samarinda berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Namun, tantangan terbesar dalam proyek ini bukan terletak pada ketersediaan lahan atau pendanaan, melainkan pada pasokan bahan baku utama: sampah.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyampaikan bahwa pertemuan terbaru dengan calon investor PLTSA didasari oleh rencana perubahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018.
Salah satu poin penting dari revisi tersebut adalah keterlibatan PT SMI (Danantara) sebagai penyedia pembiayaan sekaligus penyeleksi mitra badan usaha.
“Kalau Danantara jadi penyedia dana dan memilih mitra, maka harga listrik yang disepakati untuk PLTSA sebesar 20 sen per kWh. PLN bertanggung jawab membeli listrik itu, dan kami di daerah wajib menyediakan lahannya,” ungkap Andi Harun.
Pemkot Samarinda telah menyiapkan lahan seluas lima hektare yang berstatus clean and clear.
Namun, permasalahan utama justru muncul dari kapasitas sampah yang tersedia saat ini.
Kota Samarinda hanya menghasilkan sekitar 610 ton sampah per hari, masih jauh dari syarat minimum 1.000 ton yang dibutuhkan agar PLTSA dapat beroperasi secara optimal.
“Kita tidak bisa berspekulasi. Industri ini membutuhkan bahan baku yang pasti dan berkelanjutan. Data kita sekarang baru 610 ton, maka itu yang kita pegang dulu,” jelasnya.
Untuk menutupi kekurangan sekitar 400 ton per hari, Pemkot membuka opsi kerja sama lintas daerah.
“Kita akan bicara dengan Kukar (Kutai Kartanegara), tapi ini juga soal biaya sampahnya cukup tidak, jaraknya bagaimana, dan siapa yang menanggung biaya angkutnya,” tambahnya.
Ia menegaskan pentingnya optimalisasi data, termasuk potensi pasokan sampah dari hotel, industri, hingga kapal.
“Ini kesempatan kita. Samarinda termasuk dalam 33 kota pertama yang mendapat alokasi pembangunan PLTSA dari pusat. Tinggal satu PR besar: memastikan jumlah pasokan sampahnya cukup,” tegas Andi Harun. (*)