POJOKNEGERI.COM – Program Gratispol yang digagas Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud (Harum) dan Wakil Gubernur Seno Aji terus menjadi sorotan.
Tak sedikit pihak yang mempertanyakan transparansi, efektivitas, dan keberlanjutan program yang digadang-gadang sebagai solusi pemerataan pendidikan ini.
Salah satu sorotan datang dari Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo. Ia menegaskan perlunya perumusan ulang kebijakan program Gratispol yang sejatinya harus menitikberatkan pada kualitas pendidikan dan transparansi penggunaan dana publik, bukan sekadar kuantitas penerima.
“Kalau evaluasi sekarang itu kan pada kuantitas, bukan menciptakan kualitas. Harus diperlihatkan pertanggungjawaban soal kualitas pendidikan, apakah berhasil atau tidak,” tegas Buyung usai mengikuti diskusi Gratis Pol di Teras Samarinda, Senin (30/6/2025) kemarin.
Buyung menolak program serupa Kaltim Cemerlang dan Kaltim Tuntas yang hanya berfokus pada jumlah penerima beasiswa. Baginya, indikator keberhasilan seharusnya dilihat dari hasil akademik, kesempatan aksesisasi, dan dampak jangka panjang terhadap kualitas SDM Kalimantan Timur.
Buyung mengkritik adanya potensi jalur khusus untuk pejabat dan keluarganya dalam akses istimewa mendapatkan beasiswa.
“Kenapa misalnya rekomendasinya banyak anak pejabat, anak kepala daerah Ini harus dihindari. Seleksi ketat tapi perlu mitigasi kalau dana ini diselewengkan,” tekannya.
Menurut Buyung, Pergub terkait Gratispol inkonsisten dengan UU Pendidikan yang menjamin partisipasi publik luas dan tidak membatasi batas usia penerima. Ia menyoroti bahwa regulasi saat ini mengandung inkonsistensi hierarkis dan perlu diselaraskan ulang agar legal dan inklusif.
Lanjut Buyung, pada kebijakan sebelumnya, bahkan, BPK mencatat 120 penerima ganda Kaltim Tuntas dan Stimulan di 2024, menyedot Rp1,46 miliar, serta total lebih dari Rp11 miliar disalurkan kepada yang tidak memenuhi syarat. Evaluasi tahun 2024 menyimpulkan kalau masih ada masalah transparansi rekrutmen BPBKT, minim pengawasan, dan kurang integrasi data digital
“Kepemimpinan Gubernur Rudy-Seno yang mengganti program Beasiswa Kaltim Tuntas menjadi Gratispol. Namun, tanpa struktur regulasi dan mekanisme evaluasi yang jelas, program tersebut justru berisiko jadi sarang inefisiensi dan potensi korupsi,” kritik Buyung.
Buyung Marajo menegaskan perlu, audit regulasi dan selaraskan Pergub dengan UU Pendidikan. Perbaikan struktur dan komposisi TP2G. Pokja 30 mendorong agar program Gratispol tidak mengulang kegagalan rezim sebelumnya, yang hanya fokus jumlah dan tidak mampu mempertanggungkan mutu serta akuntabilitas dana.
“Mulai dari laporan BPK hingga kritik DPRD memperlihatkan bahwa tanpa reformasi regulasi, struktur tim pengelola, dan sistem transparansi, pemerintah berisiko menelan kerugian anggaran publik, bahkan mengulang skandal masa lalu,” pungkasnya.
(tim redaksi)