POJOKNEGERI.COM - Ketegangan di Timur Tengah kini menyebar hingga ke jantung Eropa. Sebuah krisis diplomatik besar meletus antara Spanyol dan Israel, mencapai puncaknya ketika Spanyol secara mengejutkan menarik pulang Duta Besarnya dari Tel Aviv. Ini bukan sekadar pertikaian politik biasa. Ini adalah respons terhadap tuduhan yang sangat serius: antisemitisme.
Spanyol dituduh oleh Israel melakukan kampanye anti-Israel. Sementara itu, Madrid menolak keras tuduhan tersebut dan balik mengecam tindakan Tel Aviv. Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Dan bagaimana insiden ini memengaruhi dinamika global?
Awal dari ketegangan ini adalah sikap proaktif Spanyol terhadap konflik di Gaza. Perdana Menteri Pedro Sanchez mengumumkan sembilan langkah tegas yang bertujuan untuk menghentikan apa yang ia sebut sebagai "genosida di Gaza".
Langkah-langkah tersebut sangat berani dan belum pernah ada sebelumnya. Spanyol mengumumkan embargo senjata permanen terhadap Israel, menghentikan total penjualan senjata. Mereka juga melarang impor dari wilayah pendudukan dan melarang individu-individu yang terlibat dalam perang Gaza memasuki wilayah Spanyol.
Keputusan ini menjadi sinyal kuat bahwa Spanyol tidak hanya berhenti pada pernyataan, tetapi mengambil tindakan konkret. Hal ini jelas memancing kemarahan Tel Aviv dan memicu respons yang sangat keras.
Respons dari Israel datang dengan cepat dan agresif. Menteri Luar Negeri Gideon Saar mengecam Madrid dan secara terang-terangan menuduh pemerintahan Sanchez menganut "antisemitisme". Ia bahkan menuduh Sanchez berupaya "mengalihkan perhatian dari skandal korupsi serius" di dalam negerinya melalui kampanye anti-Israel.
Tidak hanya itu, Saar juga mengumumkan bahwa dua menteri senior Spanyol, Wakil PM Yolanda Diaz dan Menteri Pemuda Sira Rego, dilarang memasuki wilayah Israel. Dalam konferensi pers di Budapest, Saar menyatakan, "Hari ini kami menetapkan garis merah di sini, menunjukkan bahwa kami tidak akan mempercayai mereka lagi."
Tuduhan antisemitisme seringkali digunakan Israel untuk membela diri dari kritik terhadap kebijakan-kebijakannya. Namun, dalam kasus ini, tuduhan itu ditujukan langsung kepada para pejabat pemerintahan, menandakan tingkat kemarahan yang luar biasa.
Spanyol tidak tinggal diam. Menteri Luar Negeri Jose Manuel Albares memanggil pulang Duta Besar Spanyol di Tel Aviv untuk konsultasi lebih lanjut. Ini adalah langkah diplomatik yang serius, setingkat di bawah memutuskan hubungan.
Kementerian Luar Negeri Spanyol menegaskan bahwa mereka "menolak keras tuduhan antisemitisme yang keliru dan memfitnah" dari Israel. Mereka menegaskan bahwa Spanyol akan terus "membela perdamaian, hukum internasional, dan hak asasi manusia".
Yang paling provokatif adalah respons Wakil PM Yolanda Diaz yang dilarang masuk Israel. Ia menyatakan, "Merupakan suatu kebanggaan bahwa negara yang melakukan genosida telah melarang saya (masuk)." Pernyataan ini menunjukkan jurang pemisah ideologis yang dalam antara kedua negara.
Langkah Spanyol ini dapat menjadi preseden bagi negara-negara lain yang frustrasi dengan respons internasional terhadap perang di Gaza. Namun, di sisi lain, ini juga bisa memperburuk hubungan diplomatik dengan Israel dan menghambat upaya mediasi di masa depan.
(*)