IMG-LOGO
Home Internasional Korea Selatan Alami Resesi Seks, Pemuda Korsel Enggan Menikah dan Punya Anak
internasional | umum

Korea Selatan Alami Resesi Seks, Pemuda Korsel Enggan Menikah dan Punya Anak

Pramudya - 29 November 2022 16:03 WITA
IMG
KOREA SELATAN - Ilustrasi negara Korea Selatan/ Kompas.com

POJOKNEGERI.COM - 'Resesi seks' terjadi di Korea Selatan, negara asal K-Pop itu alami tingkat kesuburan terendah di dunia.

Sebagaimana diketahui, istilah resesi seks merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang dialami suatu negara sehingga mempengaruhi tingkat kelahiran yang rendah.

Korea Selatan memang telah mengalami masalah reproduksi dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut data seperti dilansir dari CNN Indonesia, pada 2021 tingkat kesuburan di Korsel turun 0,03 persen menjadi 0,81 persen.

Di tahun sebelumnya, Seoul bahkan mencatat lebih banyak kematian ketimbang tingkat kelahiran.

Kondisi semacam itu membuat jumlah penduduk di Korsel menurun.

Penyebab Korsel Alami Resesi Seks

1. Enggan Berkencan hingga Menikah

Mayoritas perempuan di Korsel mengaku tak punya waktu, uang, dan kapasitas emosional untuk berkencan.

Menurut laporan The Conversation masyarakat muda Korsel saat ini disebut-sebut sebagai "generasi sampo."

Ucapan tersebut merujuk pada generasi yang menyerah terhadap tiga hal, yaitu berkencan, menikah, dan punya anak.

Asisten Profesor Sosiologi di Universitas British Columbia, Yue Qian, mengatakan 40 persen masyarakat Korsel berumur 20-30 tahun sudah berhenti berkencan.

Menurut Yue, pernikahan dan berkencan bukan menjadi priortias kalangan muda Korsel.

Mereka memiliki tanggung jawab lebih banyak soal urusan rumah.

2. Kesulitan Ekonomi

Selain soal ogah berkencan, kawula muda Korsel juga tak mau menikah dan punya anak karena kesulitan finansial.

Banyak di antara mereka yang bekerja sebagai buruh kontrak, upah rendah, dan jaminan pendapatan.

3. Jam Kerja Panjang

Menurut laporan OECD, di antara anggota organisasi ini, Korsel adalah negara yang memiliki jam kerja terpanjang, demikian dikutip The Conversation.

Dalam sepekan, jam kerja bisa mencapai 68 jam. Pada 2017 lalu, rata-rata jam kerja warga Korsel bahkan 2.024 jam per tahun.

Merespons situasi tersebut, pemerintah memangkas jam kerja menjadi 52 jam. Dengan demikian warga Korsel punya kehidupan personal usai bekerja.

(redaksi)

Berita terkait