POJOKNEGERI.COM – Empat orang mahasiswa di Samarinda secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dalam perkara dugaan perakitan bahan peledak jenis bom molotov.
Penetapan ini dikukuhkan dalam Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/156/IX/Res.1.24/Reskrim, yang diterbitkan oleh penyidik pada 1 September 2025.
Disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Muhammad Irfan Ghazi, yang menyatakan bahwa penetapan status hukum tersebut merupakan kelanjutan dari proses penyelidikan terhadap 22 orang yang diamankan sebelumnya di lingkungan Kampus FKIP Universitas Mulawarman (Unmul), Jalan Banggeris, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda.
Dari total tersebut, 18 orang telah dibebaskan, sementara empat lainnya kini menghadapi proses hukum lanjutan.
“Empat orang yang diperiksa lebih lanjut kini telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Irfan Ghazi.
Ia menegaskan bahwa LBH Samarinda akan terus melakukan pendampingan hukum terhadap para tersangka, termasuk memastikan seluruh hak-hak hukum mereka terpenuhi. Menurutnya, pihak kampus juga telah mulai menjalin komunikasi dengan aparat penegak hukum untuk mendiskusikan perkembangan kasus ini.
Dalam keterangannya, Irfan juga mengungkapkan bahwa keempat tersangka telah mengakui keterlibatannya dalam proses perakitan bom molotov yang kini telah diamankan pihak kepolisian sebagai barang bukti.
“Dari komunikasi yang kami lakukan, mereka mengakui perakitan tersebut,” katanya.
Saat ini, pihak LBH Samarinda tengah mengkaji legalitas proses penangkapan, terutama karena lokasi penangkapan berada dalam lingkungan kampus. Irfan menyebut, hal ini perlu diuji secara hukum untuk memastikan apakah proses penangkapan oleh aparat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk soal kewenangan polisi memasuki kawasan pendidikan tinggi.
“Kami masih menilai bersama tim apakah proses penangkapan ini dilakukan secara prosedural, khususnya terkait dengan hak-hak mahasiswa di lingkungan kampus,” jelasnya.
Selain itu, Irfan juga menanggapi temuan sejumlah lukisan dan simbol yang mengarah pada Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kasus ini. Menurutnya, temuan tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk membingkai narasi negatif terhadap gerakan mahasiswa.
“Lukisan-lukisan itu murni sebagai bagian dari pembelajaran sejarah pergerakan, sesuai dengan latar belakang studi mereka. Tidak hanya simbol PKI, juga terdapat simbol Partai Masyumi dan lainnya. Kami menilai ini upaya penggiringan opini yang dapat mencederai gerakan intelektual mahasiswa,” pungkasnya.
Pihak kepolisian hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi lebih lanjut mengenai perkembangan penyidikan kasus ini.
(tim redaksi)