POJOKNEGERI.COM - Aktivitas pertambangan di Kalimantan Timur yang diduga menggunakan jalan umum secara tidak sah kembali menjadi perhatian serius. Koalisi Perjuangan untuk Masyarakat Muara Kate dan Batu Kajang, bersama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim dan warga terdampak, secara resmi mengajukan permohonan informasi publik kepada lembaga penegak hukum dan instansi terkait.
Permohonan diajukan kepada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Direktorat Lalu Lintas Polda Kaltim, dan Polda Kaltim. Tujuan utama permohonan ini adalah untuk meminta data transparan mengenai penggunaan jalan umum oleh aktivitas tambang serta memastikan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.
Kepada BBPJN Kaltim, koalisi meminta data perusahaan tambang yang memperoleh izin penggunaan fasilitas seperti crossing, underpass, flyover, hingga conveyor dan pengalihan jalur Jalan umum untuk angkutan batu bara dan kelapa sawit, terhitung sejak 2015 hingga 2025.
Sementara itu, kepada Ditlantas Polda Kaltim diminta laporan kinerja dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 mengenai pemanfaatan Jalan umum dan jalan khusus. Sedangkan kepada Polda Kaltim, koalisi menuntut data penindakan terhadap Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) sepanjang periode 2019 hingga 2025.
Divisi Advokasi dan Database JATAM Kaltim, Windy, menegaskan bahwa permohonan ini merupakan bagian dari upaya panjang masyarakat dalam mempertahankan ruang hidup dari ekspansi pertambangan yang dinilai semakin tidak terkendali.
“Transparansi adalah bentuk tanggung jawab negara. Sejak 2024, enam warga meninggal dunia saat menjaga pos perjuangan di Muara Kate akibat konflik dengan kendaraan hauling tambang. Negara tidak bisa terus-menerus bersikap abai,” ujarnya.
Windy juga mengungkapkan bahwa lalu lintas kendaraan tambang di Jalan umum Kabupaten Paser telah menimbulkan dampak serius bagi masyarakat, seperti polusi debu, kebisingan, hingga meningkatnya risiko kecelakaan lalu lintas.
Ia menambahkan, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 700/K.507/213, kewenangan utama dalam penegakan Perda Nomor 10 Tahun 2012 berada di bawah Ditlantas Polda Kaltim. Namun dalam praktiknya, pelaksanaan di lapangan kerap menghadapi persoalan koordinasi dan lemahnya pengawasan antar lembaga.
“Kami ingin mengurai kerumitan regulasi dan memastikan lembaga yang memiliki mandat menjalankan fungsinya. Masyarakat berhak atas keselamatan, dan hak itu harus dijamin,” tegasnya.
Koalisi mendesak agar data izin penggunaan jalan, laporan kinerja, serta langkah penegakan hukum dapat segera dipublikasikan. Mereka menilai keterbukaan informasi merupakan langkah awal untuk memastikan negara berpihak pada kepentingan rakyat, bukan industri ekstraktif.
(tim redaksi)