IMG-LOGO
Home Ekonomi Dampak Pemangkasan Dana Pusat Bisa Hambat Program Strategis Daerah
ekonomi | umum

Dampak Pemangkasan Dana Pusat Bisa Hambat Program Strategis Daerah

Hasa - 27 Agustus 2025 19:30 WITA
IMG
Purwadi, akademisi dan pengamat ekonom dari Universitas Mulawarman Samarinda. (IST)

POJOKNEGERI.COM – Pengurangan alokasi dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat menjadi tantangan serius bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) 

Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menghambat pelaksanaan sejumlah program prioritas yang telah direncanakan, mulai dari sektor pendidikan hingga pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil.

Jika pada tahun anggaran sebelumnya Kaltim masih menerima alokasi TKD sekitar Rp14 triliun, maka pada 2025 jumlah tersebut tereduksi tajam menjadi hanya Rp7 triliun. 

Penyesuaian ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025, yang mengatur langkah efisiensi belanja negara di tengah kondisi fiskal nasional yang tengah menghadapi tekanan berat.

Purwadi, ekonom dari Universitas Mulawarman, menyebut pemangkasan tersebut sebagai dampak lanjutan dari beban utang pemerintah pusat yang terus membengkak.

“Pembayaran bunga utang saja mencapai sekitar Rp600 triliun, belum termasuk pokok utang yang melebihi Rp1.000 triliun. Jika dikombinasikan, lebih dari 75 persen pendapatan negara habis untuk menutup kewajiban itu,” ujarnya, Rabu (27/8/2025).

Ia menilai konsekuensi logis dari tekanan fiskal di tingkat pusat adalah tertularnya dampak ke daerah.

“Pemerintah pusat sedang dalam kondisi defisit, sehingga tidak mungkin daerah terbebas dari dampaknya,” tambahnya.

Purwadi juga menggarisbawahi kurangnya transparansi terkait alokasi anggaran hasil efisiensi tersebut.

“Tidak ada penjelasan publik yang komprehensif mengenai ke mana dana efisiensi itu diarahkan. Ini memunculkan kekhawatiran publik,” katanya.

Salah satu program yang dinilai rentan terdampak adalah pendidikan tinggi gratis melalui skema GratisPol. Menurut Purwadi, beban anggaran program ini terus meningkat, dari Rp750 miliar tahun ini menjadi estimasi Rp1,2 triliun pada 2026.

“Jika tidak ada tambahan dana yang pasti, maka keberlangsungan program ini patut dipertanyakan,” ucapnya.

Tak hanya pendidikan, proyek infrastruktur penting seperti jalan tembus ke Mahakam Ulu senilai Rp200 miliar juga dikhawatirkan mengalami penundaan.

“Infrastruktur dasar semacam ini vital untuk membuka aksesibilitas wilayah terisolasi. Jangan sampai tertunda,” tegasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa efisiensi harus dilakukan secara selektif, tidak sampai menyentuh pelayanan dasar masyarakat seperti listrik, bahan bakar, pendidikan, dan kesehatan.

“Rakyat tidak seharusnya menjadi korban utama penghematan. Prioritas pelayanan dasar harus tetap dijaga,” tambahnya.

Purwadi juga menyindir gaya hidup pejabat yang dinilai belum mencerminkan semangat penghematan.

“Jika rakyat diminta bersabar dan berhemat, maka pejabat pun harus memberi contoh. Jangan membeli fasilitas mewah di tengah situasi fiskal sulit,” pungkasnya.

Dari sisi legislatif, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menyatakan bahwa kondisi fiskal daerah saat ini mulai memasuki fase kritis, dan pemotongan TKD yang berlanjut bisa berdampak hingga pada pembayaran gaji aparatur sipil negara.

“Kalau tahun ini pemotongan sudah 50 persen, tidak menutup kemungkinan tahun depan bisa meningkat jadi 75 persen. Ini jelas berbahaya bagi kestabilan daerah,” ujarnya.

Hasanuddin mendesak agar pemerintah daerah mulai mengambil langkah-langkah konkret untuk memperkuat kemandirian fiskal melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kita memiliki potensi besar dari sektor pertambangan, perkebunan, dan pajak alat berat. Ini harus dioptimalkan, bukan sekadar berharap dari pusat,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, menyatakan bahwa hingga kini pemerintah daerah belum dapat menentukan langkah lanjut sebelum mendapatkan penjelasan resmi dan rinci dari pemerintah pusat terkait dampak aktual kebijakan tersebut.

“Penyesuaian TKD tahun ini sebagian besar digunakan untuk menutupi kekurangan tahun anggaran sebelumnya. Oleh karena itu, langkah penyesuaian program masih menunggu informasi yang lebih jelas,” ungkapnya.

(tim redaksi)


Berita terkait