POJOKNEGERI.COM - Indonesia perlu mulai mempertimbangkan legalisasi kasino secara terbatas sebagai bentuk kompromi terhadap realitas sosial dan peluang ekonomi yang besar.
Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana dalam diskusi bertajuk “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi” yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Sabtu (7/6).
"Mari lihat saja fakta, kenyataan. Sudah, kita kompromi, kita lokalisasi, dan kemudian kita ambil manfaatnya dari situ," ujar Hikmahanto, dikutip dari jpnncom.
Menurutnya, legalisasi kasino dapat menjadi strategi untuk menangkap potensi penerimaan negara dari praktik perjudian yang selama ini justru mengalir ke luar negeri melalui jalur ilegal.
Ia merujuk pada data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa perputaran uang dari judi online mencapai Rp1.200 triliun, namun tidak berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
"Saya melihat bahwa kalau misalnya uang seribu triliun itu berputar di Indonesia, mungkin ada lebih untuk kita di Indonesia ketimbang di luar negeri," ucapnya.
Hikmahanto juga mencontohkan keberhasilan Singapura dalam melegalkan kasino yang justru memperkuat pendapatan negaranya.
Ia menilai, negara bisa mengambil manfaat besar jika perjudian dilegalkan dan diatur secara ketat.
"Sekarang mereka jadi hebat," ungkapnya.
Mengenai keberatan dari sudut pandang agama, Hikmahanto mengakui bahwa perjudian dianggap haram dalam ajaran tertentu, namun ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih pragmatis demi kepentingan nasional.
"Ya, memang ini mungkin secara agama haram, tetapi kondisi seperti ini kita enggak mau haram itu kemudian orang lain yang mendapat keuntungan," katanya.
Ia mengusulkan agar kasino hanya diizinkan beroperasi di satu lokasi tertentu, seperti zona ekonomi khusus atau wilayah pariwisata, dengan pengawasan ketat agar tidak berdampak negatif pada masyarakat luas.
Pernyataan ini diprediksi akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama dari kalangan tokoh agama dan kelompok konservatif.
Namun, Hikmahanto menilai bahwa perdebatan ini penting untuk membuka ruang diskusi yang lebih jujur dan realistis tentang pengelolaan potensi ekonomi nasional. (*)