POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan perlunya revisi menyeluruh terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 1989 yang mengatur lalu lintas di atas dan di bawah Jembatan Mahakam.
Regulasi yang telah berusia lebih dari 35 tahun itu dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi Sungai Mahakam saat ini.
“Perda ini dibuat saat Jembatan Mahkota, Mahulu, dan Mahakam Baru belum ada. Sekarang jembatan bertambah, arus kapal lebih padat, dan kondisi sungai sudah jauh berbeda,” ujar Hasanuddin.
Sungai Mahakam saat ini dilintasi oleh beberapa jembatan besar seperti Jembatan Mahakam, Mahkota II, Mahakam Baru, dan Mahulu.
Peningkatan infrastruktur ini berdampak langsung pada kepadatan lalu lintas air, sehingga regulasi lama tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan pengaturan yang modern dan aman.
Hasanuddin menekankan bahwa pengelolaan alur sungai harus tetap berada di bawah kendali pemerintah daerah, bukan pihak ketiga.
Ia menolak jika pengaturan diserahkan pada swasta karena dikhawatirkan mengurangi kontrol publik dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
“Kita ingin Perda baru ini memastikan semua aktivitas sungai tetap dikelola pemerintah daerah. Ini penting agar kepentingan publik tetap jadi prioritas,” tegas politisi Partai Golkar itu.
Proses revisi kini sedang digodok bersama pihak eksekutif dan para pemangku kepentingan.
Hasanuddin mengakui prosesnya tidak mudah karena menyentuh kepentingan lintas sektor seperti pelayaran, tata ruang, lingkungan, hingga investasi.
“Masih tahap awal. Tapi jelas, perda lama ini tidak bisa menjawab tantangan zaman. Kita butuh aturan yang lebih adaptif,” jelasnya.
Ia juga membuka opsi pembentukan panitia khusus (pansus) atau tim kerja khusus untuk menuntaskan penyusunan regulasi ini.
Menurutnya, jika tidak segera ditangani, potensi konflik antara lalu lintas air dan darat bisa makin tajam.
Dalam Perda No. 1 Tahun 1989, sejumlah aturan teknis diatur secara rinci, seperti tinggi maksimal kapal yang boleh melintas di kolong jembatan, serta jalur mana yang boleh digunakan untuk arah hulu dan hilir.
Namun, dengan hadirnya jembatan-jembatan baru, ketentuan teknis ini kini dianggap usang dan tak lagi mencerminkan realitas di lapangan. (adv)