IMG-LOGO
Home Internasional Harga Beras di Jepang Melambung Tinggi, Pemerintah Ambil Tindakan Darurat
internasional | umum

Harga Beras di Jepang Melambung Tinggi, Pemerintah Ambil Tindakan Darurat

Hasa - 19 Maret 2025 09:18 WITA
IMG
Ilustrasi foto beras

Langkah ini menjadi sorotan utama setelah lebih dari 200.000 ton beras dilaporkan "menghilang" dari distribusi, menyebabkan pembatasan pembelian di supermarket dan kenaikan harga di sektor restoran.

Harga beras di Jepang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir, dengan harga satu kantong 5 kilogram mencapai hampir JPY 4.000 (Rp446.000).

Artinya, 1 kg setara dengan Rp 89.376 atau hampir Rp 100.000.

Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk gelombang panas ekstrem pada musim panas 2023 yang berdampak pada panen, serta pembelian panik akibat peringatan bencana alam Agustus lalu.

Kebijakan pemerintah yang membatasi produksi untuk menjaga harga tetap tinggi juga turut memperburuk situasi.

Menurut Taku Eto, Menteri Pertanian Jepang, pada Agence France-Presse, situasi ini "benar-benar di luar dugaan" dan pemerintah perlu mengembalikan kondisi ke tingkat normal.

Untuk itu, Jepang menggelar lelang 165.000 ton beras dari cadangan daruratnya, bagian dari total 231.000 ton yang akan dilepas ke pasar untuk mengatasi kekurangan nasional.

Selain faktor cuaca dan kebijakan produksi, sistem distribusi beras di Jepang juga mengalami perubahan signifikan.

Kebijakan baru memungkinkan petani menjual langsung tanpa melalui distributor utama, yang membuat pasokan lebih sulit dilacak.

Hal ini diperparah dengan spekulasi pasar, di mana pelaku usaha dan individu menimbun beras dengan ekspektasi harga akan terus naik.

Untuk mencegah krisis serupa di masa depan, pemerintah Jepang berencana meningkatkan ekspor beras hingga delapan kali lipat menjadi 350.000 ton pada 2030, sebagai langkah diversifikasi produksi dan stabilisasi pasokan domestik.

Rencana ini akan dimasukkan dalam kebijakan dasar pangan dan pertanian yang diperbarui setiap lima tahun.

Sejak 2024, Jepang telah mengalokasikan lahan pertanian seluas 1,2 juta ton untuk produksi beras non-konsumsi utama, seperti pakan ternak dan ekspor.

Pemerintah juga berupaya menekan biaya produksi dari 11.350 yen menjadi JPY 9.500 per 60 kilogram guna meningkatkan daya saing terhadap beras impor.

Beras telah menjadi sumber energi dan makanaan utama bagi penduduk Jepang selama ribuan tahun.

Sawah pertama mungkin sudah ada pada periode Jōmon, sekitar 6.000 tahun yang lalu; sementara pengenalan pertanian padi sekitar 3.000 tahun yang lalu pada periode Yayoi mempercepat perkembangan kepulauan Jepang.

Dengan sejarah panjangnya tidak heran jika beras sudah menjadi bagian tradisi masyarakat Negara Sakura.

Beras menjadi bahan utama makanan tradisional dan legendaris jepang, seperti sushi. Tak hanya itu, beras juga diolah menjadi minuman sake hingga bahan kecantikan pitera.

Artikel ini telah tayang di YouTube Pojok Negeri Media: https://www.youtube.com/watch?v=WmBPEBBqb_o

(*)

Berita terkait