IMG-LOGO
Home Umum Polemik Tambang Nikel Raja Ampat & 4 Pulau di Aceh, Sonny Majid Singgung Hubungan Prabowo dan Jokowi
umum | umum

Polemik Tambang Nikel Raja Ampat & 4 Pulau di Aceh, Sonny Majid Singgung Hubungan Prabowo dan Jokowi

Hasa - 16 Juni 2025 19:25 WITA
IMG
Pengamat politik dari Universitas Pamulang (Unpam) Sonny Majid

POJOKNEGERI.COM - Pengamat dari Universitas Pamulang (Unpam) Sonny Majid turut memberikan pandangannya terkait tambang di nikel di Raja Ampat dan Pengambilan Pulau di Aceh untuk Sumut

Ia menyinggung hubungan Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto dalam opininya yang berjudul "Raja Ampat & 4 pulau di Aceh".

Diketahui Presiden Prabowo Subianto lantas mencabut izin empat usaha tambang di Raja Ampat.

Sementara peralihan kepemilikan empat pulau di Aceh ke Sumatera Utara (Sumut) yang menuai polemik kini telah diambil alih Prabowo.

Berikut opini lengkap Sonny Majid yang berjudul "Raja Ampat & 4 pulau di Aceh".

Raja Ampat & 4 pulau di Aceh

“Benturan Kuasa Jokowi dan Prabowo, Antara Tambang Nikel Raja Ampat dan Pengambilan Pulau di Aceh Untuk Sumut.”

Begitulah awal tulisan yang saya terima dari sebuah pesan whats app.

Selanjutnya pesan tersebut menguraikan tentang lanskap politik Indonesia pasca-pilpres. Begini uraiannya:

Dalam lanskap politik Indonesia pasca Pilpres 2024, hubungan antara Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terus menjadi sorotan publik.

Setelah bertahun-tahun menjadi rival, keduanya kini tampak berada di dalam satu poros kekuasaan.

Namun, benarkah hubungan ini simetris? Ataukah ada indikasi bahwa Prabowo, kini Presiden terpilih, justru menghadapi dilema di mana kebijakannya atau yang mengatasnamakan pemerintahannya bertabrakan dengan kepentingan rakyat?

Salah satu isu yang mengemuka adalah kebijakan pengambilalihan empat pulau di Aceh yang disebut-sebut akan dialihkan ke Provinsi Sumatera Utara.

Isu ini telah memicu ketegangan di kalangan masyarakat Aceh yang melihatnya sebagai bentuk pengingkaran terhadap keistimewaan Aceh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Keterlibatan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam proses administrasi ini juga menimbulkan pertanyaan besar. Tito, yang selama ini dikenal dekat dengan Presiden (eks) Jokowi, tampak memainkan peran strategis dalam implementasi kebijakan tersebut.

Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa arah kebijakan ini bukan sekadar administratif, melainkan juga politis dimana Prabowo diposisikan dalam konflik yang berpotensi merusak hubungan dengan daerah-daerah strategis seperti Aceh.

Hal tersebut terhembus setelah ramai tambang nikel di Raja Ampat Papua yang dianggap akan merusak alam Cendrawasih ini konon beroperasi di zaman Jokowi memimpin dan terindikasi perusahaan tersebut juga milik keluarga Jokowi. Jokowi marah?.

Jika benar demikian, maka Prabowo sebagai presiden bisa jadi tengah menghadapi dilema, antara melanjutkan agenda yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya atau menegaskan posisinya sebagai pemimpin yang mandiri.

Di sinilah muncul narasi bahwa Prabowo mungkin saja tengah “dimainkan” dalam tatanan kekuasaan yang lebih besar, di mana keputusan penting pemerintah justru dikendalikan oleh figur-figur yang lebih lama bercokol di struktur kekuasaan seperti Tito Karnavian yang jelas banyak orang tau adalah kaki tangan Jokowi.

Konflik seperti ini bukan hanya soal administrasi wilayah, tapi juga menyangkut martabat dan identitas masyarakat Aceh yang telah melalui proses damai panjang pasca konflik bersenjata dengan pemerintah pusat dengan perjanjian Helsinky era Gusdur.

Pengambilan keputusan sepihak tanpa partisipasi dan konsultasi dengan rakyat Aceh dapat menjadi preseden buruk bagi integrasi nasional.

Pemerintahan baru harus memahami bahwa memperkuat kedaulatan nasional tidak cukup dengan pendekatan sentralistik.

Justru, desentralisasi yang bermartabat dan dialog terbuka dengan daerah-daerah otonom seperti Aceh menjadi kunci untuk memperkuat kesatuan Indonesia.

Apabila Prabowo ingin lepas dari bayang-bayang Jokowi dan membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat, Dia harus bersikap tegas dalam persoalan ini. Meninjau kembali kebijakan terkait pulau-pulau Aceh dan membuka ruang dialog dengan pemerintah daerah serta tokoh masyarakat Aceh adalah langkah awal yang krusial. Jangan sampai perang saudara kembali terjadi seperti dulu.

Demikian ulasan pesan tersebut.

Saya coba tambahkan sedikit, selain Tito, polemik tambang nikel di Raja Ampat, yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai geopark dunia, diduga ada keterlibatan Menteri ESDM Bahlil Lahaladia yang dibanyak kesempatan selalu membantah selaku penerbit izin empat perusahaan tambang yang aktivitasnya dihentikan Presiden Prabowo.

Empat perusahaan tersebut antara lain: PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dan PT Nurham. Satu perusahaan Nikel tidak dicabut izinnya yakni PT Gag Nikel.

Empat perusahaan yang distop itu belakangan izinnya diterbitkan kembali setelah dihentikan silam saat Bahlil menjadi Ketua Satgas tata kelola perizinan tambang di era Jokowi, sebagai Menteri Investasi.

“4 perusahaan Nikel di Raja Ampat dulu sempat dihentikan, tapi akhirnya diterbitkan kembali untuk menggarap nikel di Raja Ampat. Bahlil diduga berbohong karena mengaku izin-izin itu bukan di eranya.” Belakangan dugaan ini diulas oleh Tempo.

“Jangan hanya angkat isu PT Gag Nikel. Pulau yang dieksplotasi bukan hanya pulau Gag.” Isunya dikanalisasi kesitu.

OPM menyinggung Raja Ampat

Kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) sempat menyinggung penambangan nikel di Raja Ampat. Yang perlu diwaspadai adalah, jangan sampai persoalan nikel Raja Ampat lebih meluas menjadi isu internasional.

Sekali lagi, Aceh dan Papua punya rekam jejak konflik yang panjang. Jangan-jangan…jangan-jangan.

(*)



Berita terkait