IMG-LOGO
Home Advertorial Polemik Pembangunan Gereja di Sungai Keledang, DPRD Samarinda Ingatkan Pentingnya Menjaga Toleransi
advertorial | DPRD Samarinda

Polemik Pembangunan Gereja di Sungai Keledang, DPRD Samarinda Ingatkan Pentingnya Menjaga Toleransi

Hasa - 11 Juli 2025 23:15 WITA
IMG
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra.

POJOKNEGERI.COM - Komitmen menjaga kerukunan antarumat beragama terus ditunjukkan DPRD Kota Samarinda melalui langkah proaktif menyikapi polemik pembangunan Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang.

Meskipun pihak gereja telah mengantongi rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kementerian Agama, sebagian masyarakat masih menyampaikan keberatan.

“Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) telah memberikan rekomendasi, namun permohonan untuk mendirikan bangunan diajukan secara tidak terang-terangan. Sehingga perlu ditinjau kembali,” kata Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra.

Ia menegaskan pentingnya verifikasi langsung ke lapangan guna memastikan keabsahan dukungan masyarakat yang menjadi syarat administratif pendirian rumah ibadah.

Menurutnya, klarifikasi ini merupakan langkah bijak agar proses pembangunan berjalan transparan dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

Hal ini menyusul adanya laporan dari warga yang mempertanyakan keabsahan dukungan masyarakat terhadap pembangunan tersebut.

Menurut Samri, pihak terkait mesti mengonfirmasi langsung kepada warga yang sebelumnya memberikan tanda tangan dukungan, termasuk memastikan bahwa proses administrasi berjalan sesuai aturan.

“Jadi perlu kita klarifikasi langsung ke lapangan,” ujar Samri.

Ia menambahkan bahwa DPRD tidak ingin kebijakan pembangunan rumah ibadah yang seharusnya membawa semangat persatuan justru menjadi sumber perpecahan.

Oleh karena itu, pihaknya juga mendorong agar rekomendasi FKUB dapat ditinjau kembali secara menyeluruh, apabila terdapat indikasi ketidaksesuaian dengan kondisi di lapangan.

“Jangan sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan, tapi malah menyisakan persoalan di masyarakat. Kalau semua prosedur sudah sesuai, tentu tidak akan ada penolakan seperti sekarang,” katanya.

Lebih lanjut, Samri menyinggung pentingnya memaknai toleransi secara mendalam dan proporsional. Menurutnya, toleransi bukan berarti memaksakan kehendak, melainkan menghadirkan kenyamanan dan rasa saling menghormati di tengah perbedaan.

“Toleransi itu bukan soal jumlah atau mayoritas. Meski hanya satu orang berbeda keyakinan, kita tetap harus saling menghargai. Tapi toleransi juga tidak bisa dipaksakan kalau masyarakat merasa belum nyaman,” tandasnya.

(adv/*)

Berita terkait