POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang terletak di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, kini berada dalam kondisi kritis usai dirambah oleh aktivitas tambang ilegal.
Anggota DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry—yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul)—turun langsung ke lokasi bersama Komisi IV DPRD.
Ia mengaku geram atas ulah perusahaan tambang yang merusak kawasan tersebut tanpa izin.
Menurut informasi yang diperoleh, setidaknya ada pembukaan lahan seluas 3,26 hektare yang diduga kuat dilakukan di luar wilayah konsesi oleh perusahaan tambang yang beroperasi berdampingan dengan KHDTK.
Tiga perusahaan yang disebut terlibat dalam aktivitas ini antara lain KSU Putra Mahakam Mandiri, PT Cahaya Energi Mandiri (CEM), dan CV Bismillah.
Sarkowi menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kalau sudah masuk sampai tiga hektare, itu jelas bukan tidak sengaja. Ada unsur kesengajaan, dan itu bisa dijerat dengan pasal berlapis. Kami akan dorong agar kasus ini diproses secara pidana maupun perdata,” tegasnya saat ditemui pada Rabu (16/4/2025).
DPRD Kaltim pun berencana menggelar rapat lintas komisi, menghadirkan berbagai pihak terkait seperti Unmul, Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Polda Kaltim, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup Kota dan Provinsi, serta Dinas ESDM.
Tujuannya agar penanganan kasus perambahan KHDTK ini tidak berlarut-larut dan mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan.
Sarkowi juga berharap kasus ini menjadi peringatan keras bagi kawasan KHDTK lainnya yang kerap diabaikan.
“Hutan itu harusnya memberi manfaat untuk masyarakat, bukan malah dirusak seperti ini. Menteri Kehutanan pun seharusnya turun tangan langsung dalam masalah ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sarkowi juga menyoroti dampak lingkungan dari aktivitas tambang ilegal tersebut, terutama terkait bekas galian yang memunculkan air dengan tingkat keasaman tinggi (pH 3,5–4), mengandung zat berbahaya seperti besi dan timbal.
Kondisi ini berpotensi mencemari kawasan konservasi sekitar, merusak kualitas air, dan mengancam pertanian serta kehidupan masyarakat di sekitar KHDTK.
Parahnya lagi, penambang dilaporkan telah menebang berbagai jenis pohon bernilai tinggi seperti ulin, keruing, dan meranti.
Dalam pantauan di lapangan, terlihat jelas pohon ulin berdiameter sekitar 50 cm ikut tumbang—menjadi saksi bisu dari kerusakan parah yang ditimbulkan.
“Vegetasi rusak, pohon-pohon besar tumbang, keanekaragaman hayati dan habitat satwa pun hilang,” kata Sarkowi.
Ia mendorong agar Universitas Mulawarman melalui Fakultas Kehutanan segera melakukan inventarisasi kerusakan dan menghitung valuasi ekonomi dari kehancuran ini, guna mendukung proses hukum dan pemulihan fungsi hutan KHDTK.
“Perusahaan yang terbukti bersalah harus bertanggung jawab secara pidana, perdata, dan administrasi. Legal saja wajib reklamasi, apalagi yang ilegal. Harus ada konsekuensi hukum yang tegas,” pungkasnya. (adv)